Skip to main content

Masalah Hukum Dalam Hubungan Industrial di Indonesia

Masalah Hukum Dalam Hubungan Industrial di Indonesia

Oleh : Yusmedi Yusuf *)

Memperingati Hari Buruh setiap tanggal 1 Mei merupakan dilema dua mata pedang bagi pekerjaIndonesia. Pada satu sisi pekerja mengarapkan adanya aspek yang positif untuk memperolehkesejahteraan hidup. Sedangkan pada aspek negatif menimbulkan kegelisahan bagi pekerja secarasosial ekonomis. Tujuan pembangunan hubungan industrial merupakan upaya memberikanperlindungan kepada pekerja dalam mewujudkan kesejahteraan hidup, merupakan angan-anganbagi pekerja dalam menghadapi berbagai permasalahan yang terjadi dalam hubungan industrial.

Permasalahan dalam melaksanakan hubungan industrial di Indonesia yang pertama mengenai Upahminimum regional (UMR). Upah merupakan hak pekerja yang diterima dan dinyatakan dalam bentukuang atau bentuk lain sebagai imbalan dari pemberi kerja kepada pekerja yang ditetapkan dandibayarkan menurut perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan. Termasuktunjangan bagi pekerja dan keluarganya atas suatu pekerjaan atau jasa yang telah atau akan dilakukan.

Dalam hubungan kerja yang menjadi dasar pekerja mengikatkan diri  dalam melaksanakan perjanjiankerja adalah untuk mendapatkan upah. Upah yang dapat mensejahterakan kehidupan bekerjaberdasarkan kepada Kebutuhan Hidup Minimum (KHM), sampai saat ini, standar upah masih kepadaKebutuhan Fisik Minimum (KFM). Bagi pekerja, upah minimum regional saat ini belum mampumensejahterakan kehidupan pekerja dalam melakukan hubungan kerja.

Masalah selanjutnya Sistem kerja dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) atau outsourching.Praktik ini bagi pekerja merupakan momentum  pertumbuhan ekonomi nasional. PKWT atau outsourching dalam hubungan industrial banyak menimbulkan perselisihan ketika pengusahamelakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Dalam PKWT hubungan yang harmonis antara pekerjadengan pengusaha tidak pernah tercipta aspek keadilan dalam hukum karena tidak pernah dijadikanpekerja tetap setelah melewati masa kerja tiga tahun atau batas maksimal melaksanakan kontrak kerja.

Mempekerjakan karyawan dalam PKWT atau outsourching nampaknya sedang menjadi model bagipengusaha, baik perusahaan milik negara maupun perusahaan swasta. Banyak perusahaan yangbergerak di bidang penyediaan tenaga kerja aktif menawarkan ke perusahaan-perusahaan pemberikerja, sehingga perusahaan yang memerlukan tenaga kerja tidak perlu susah mencari, menyeleksi,melatih tenaga kerja yang dibutuhkan.

Yang ke tiga Pemutusan Hubungan Kerja (PHK. PHK menimbulkan perselisihan antara pekerjadengan perusahaan, dimana pekerja sebagai pihak yang lemah dari aspek sosial ekonomis, tidak mendapat perlindungan secara yuridis. Pemutusan hubungan kerja oleh perusahaan dilakukanmenempuh cara yang tidak normatif dengan cara merumahkan pekerja tanpa pesangon. Perusahaan yang merekayasa PHK tanpa persetujuan lembaga perselisihan hubungan industrial.

Proses PHK oleh perusahaan berjalan dalam waktu yang lama dan tidak mendapatkan penyelesaiansampai Pengadilan Hubungan Industrial. Pemerintah tidak mengetahui bahwa sebenarnyaperusahaan melakukan PHK secara sewenang-wenangan terhadap pekerjanya. PHK merupakan

suatu peristiwa yang tidak diharapkan terjadinya, khususnya dari kalangan pekerja karena akan kehilangan mata pencaharian untuk menghidupi diri dan keluarganya. 

Kesejahteraan hidup pekerja beserta keluarganya merupakan tujuan dalam mencapai keadilan sosial, sebagaimana ditegaskan dalam Pancasila pada sila ke lima. Dan Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan : “Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupanyang layak bagi kemanusiaan“. Hak pekerja untuk hidup yang layak sebagai warga negara Indonesiadalam mendapatkan jaminan pekerjaan sebagaimana diatur oleh Pasal 28D Undang-Undang DasarNRI 1945 menyatakan: “Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuanyang adil dan layak dalam hubungan kerja”.

Implementasi Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sebagaimanamengalami perubahan dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang CiptaKerja dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Ciptakerja, menimbulkan permasalahan dalam melaksanakan hubungan industrial. Peraturan perundang-undangan yang baru tersebut semakin memperburuk kondisi kehidupan pekerja dalammelaksanakan hubungan industrial, terutama dalam menyelesaikan permasalahan hubunganindustrial yang harmonis dan kondusif bagi perkembangan sosial ekonomi pihak pekerja dalammencari nafkah hidup yang layak bagi kemanusiaan. (*)

                                                                                                                                                                                    

*) Dosen Fisip Unis Tangerang

Add new comment

Plain text

  • No HTML tags allowed.
  • Lines and paragraphs break automatically.
  • Web page addresses and email addresses turn into links automatically.